
Banyak jalan menuju Roma. Banyak cara untuk memasukan idealisme bermain gitar dalam sebuah konsep musik yang berformat pop. Cara berfikir seperti itulah yang diterapkan kedua gitaris J-Rocks, Iman Taufik Rachman dan Sony Ismail Robbayani saat menggarap album ‘Spirit’(2007-Aquarius Musikindo). Keduanya mengakui, meskipun musik yang mereka bawakan bercorak pop lirik yang berkisar pada masalah cinta, tapi unsur gitar tetap harus menonjol.
‘Nah, itu dia. Kami selalu memikirkan porsi gitar saat bikin lagu. Bahkan beberapa part gitar di lagu-lagu yang sebelumnya sudah dibuat bisa berkembang lagi saat rekaman di studio. Biasa, tangannya pada ‘gatal,”ungkap Sony sambil tertawa.
Makanya, saat mendengarkan kompetisi lagu-lagu di album ‘spirit’ yang beraneka ragam ( menurut Iman dibangun dengan pengaruh musik Queen, L’Arc-en Ciel, Muse, Avenged Sevenfold hingga bluesw dan klasik), performa gitar solo selalu terdengan unik. Dan disan sini hampir selalu terdengar ‘jual-beli’permainan skill yang presisi dari Sony dengan garukan ekspresif bergaya bluesy dari Iman. Salah satu contoh misalnya di lagu ‘Tersesal’. Iman lebih cenderung ke porsi yang soulful, lebih kotor model SRV(Stevie Ray Vaughan), gitu. Gue sendiri lebih ke yang teknikal, tutur Sony memberi alasan.
Berada dalam sebuah band yang mempunyai dua gitaris jempolan biasanya kerap sekali melahirkan benturan-benturan ego. Tapi bagi Iman dan Sony, masalah seperti iyu selalu biasa mereka atasi. “Karena kami masing-masing mengerti porsinya. Tak ada pembagian yang harus ritem atau lead. Kalu misalnya lebih cocok dimainkan Sony, berarti dia yang mainin,”tandas Iman si pengagum Jimi Hebdrix. Lagipula timpal Sony, karakter sound yang dimainkan mereka berdua selalu berbeda. Jadi kendati keduanya harus bermain pada part yang sama, tak akan ada benturan. Misalnya pada saat memainkan porsi ritem, biasanya akan terbentuk harmonisasi, dimana Sony bermain pada nada tinggi dan Iman di sisi sebaliknya. “ Jadi frekuensinya malah menjadi lebar,”ujar gitris yang antara lain mengagumi permainan gitar Steve Vai, Eet Sjahrane dan Andra Ramadhan.
ke proses rekaman ‘Spirit’, Sony an Iman rupanya tidak menanut tekhnik rekaman gitar yang rumit. Semuanya dilakukan denan metode direct ke mixer. “Jauh lebih efisien, dan hasilnya tidak mengecewakan,”tandas Sony. Untuk mendapatka beraam sound yang mereka inginkan, keduanya hanya menggerayangi perangkat multiefect DigiTech GNX3000. Tapi untuk kepentingan penampilan di panggung, barulah Sony mau sedikit bersusah-payah.
‘Nah, itu dia. Kami selalu memikirkan porsi gitar saat bikin lagu. Bahkan beberapa part gitar di lagu-lagu yang sebelumnya sudah dibuat bisa berkembang lagi saat rekaman di studio. Biasa, tangannya pada ‘gatal,”ungkap Sony sambil tertawa.
Makanya, saat mendengarkan kompetisi lagu-lagu di album ‘spirit’ yang beraneka ragam ( menurut Iman dibangun dengan pengaruh musik Queen, L’Arc-en Ciel, Muse, Avenged Sevenfold hingga bluesw dan klasik), performa gitar solo selalu terdengan unik. Dan disan sini hampir selalu terdengar ‘jual-beli’permainan skill yang presisi dari Sony dengan garukan ekspresif bergaya bluesy dari Iman. Salah satu contoh misalnya di lagu ‘Tersesal’. Iman lebih cenderung ke porsi yang soulful, lebih kotor model SRV(Stevie Ray Vaughan), gitu. Gue sendiri lebih ke yang teknikal, tutur Sony memberi alasan.
Berada dalam sebuah band yang mempunyai dua gitaris jempolan biasanya kerap sekali melahirkan benturan-benturan ego. Tapi bagi Iman dan Sony, masalah seperti iyu selalu biasa mereka atasi. “Karena kami masing-masing mengerti porsinya. Tak ada pembagian yang harus ritem atau lead. Kalu misalnya lebih cocok dimainkan Sony, berarti dia yang mainin,”tandas Iman si pengagum Jimi Hebdrix. Lagipula timpal Sony, karakter sound yang dimainkan mereka berdua selalu berbeda. Jadi kendati keduanya harus bermain pada part yang sama, tak akan ada benturan. Misalnya pada saat memainkan porsi ritem, biasanya akan terbentuk harmonisasi, dimana Sony bermain pada nada tinggi dan Iman di sisi sebaliknya. “ Jadi frekuensinya malah menjadi lebar,”ujar gitris yang antara lain mengagumi permainan gitar Steve Vai, Eet Sjahrane dan Andra Ramadhan.
ke proses rekaman ‘Spirit’, Sony an Iman rupanya tidak menanut tekhnik rekaman gitar yang rumit. Semuanya dilakukan denan metode direct ke mixer. “Jauh lebih efisien, dan hasilnya tidak mengecewakan,”tandas Sony. Untuk mendapatka beraam sound yang mereka inginkan, keduanya hanya menggerayangi perangkat multiefect DigiTech GNX3000. Tapi untuk kepentingan penampilan di panggung, barulah Sony mau sedikit bersusah-payah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar